Selasa, 09 Desember 2014

Makalah Perjanjian hibah


Perjanjian Hibah
Makalah
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliyah: Hukum Perikatan
Dosen Pengampu: Dr.Ja’far Baihaqi, M.Ag




Oleh:
Abid Mansyurudin
Ahmad Nasta’in


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang mempelajari sebuah perikatan itu sangan penting sekali, karena dalam setiap kita transaksi kepada orang lain itu mengandung unsur-unsur perikatan. Ketika tidak memahami masalah perikatan yang di takutkan nantinya akan menimbulkan kejahatan yang tidak kit harapkan. Untuk itu sebagai calon sarjana hukum harus bisa menguasai hal-hal yang berkaitan dengan masalah ini.
Dalam meningkatkan kemampuan calon sarjana hukum dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keperdataan seperti Hukum perikatan, hukum perjanjian dan masalah keperdataan lainya, Fakultas Syariah UIN Walisongo Semarang, memasukan hukum perikatan dalam satu mata kuliyah yang terpisah dari mata kuliah hukum perdata. Hal ini di karenakan keadaan sosial di masyarakat yang semakin tinggi transaksi yang menggunakan perjanjian-perjanjian baik dalam kontrak, asuransi dan hibah.
Pada dasarnya perjanjian hibah merupakan perjanjian sepihak, karena yang paling aktif untuk melakukan perbuatan hukum tersebut adalah si penghibah, sedangkan penerima hibah adalah pihak yang pasif. Artinya penerima hibah tidak perlu melakukan kewajiban yang timbal balik. Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menjelaskan mengenai perikatan yang lahir dari perjanjian hibah. Untuk itu penulis berusaha merumuskan rumusan masalah yang sekiranya bisa memberi gambaran dan menjelaskan bagaimana perjanjian hibah ini berlaku.
b.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas kita bisa mengambil titik pertanyaan sbb:
1.      Apa itu perjanjian hibah?
2.      Dari mana sumber pengaturan perjanjian hibah itu?
3.      Contoh perjanjian hibah?




BAB II
PEMBAHASAN
a.      Pengertian Perjanjian Hibah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu[1]. Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama[2].”
Perjanjian hibah diatur dalam Pasal 1666 s.d. Pasal 1693 KUH Perdata. Penghibahan adalah suatu persetujuan, dengan mana seseorang penghibah rnenyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang menerima barang itu[3].
Menurut KUH Perdata, hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda gun keperluan si penerima hibah yng menerima penyerahan itu[4]. Undang-undang tidak mengakui hibah selain hibah yang silakukan oleh orang yang masih hidup.
Pada dasarnya perjanjian hibah merupakan perjanjian sepihak, karena yang paling aktif untuk melakukan perbuatan hukum tersebut adalah si penghibah, sedangkan penerima hibah adalah pihak yang pasif. Artinya penerima hibah tidak perlu melakukan kewajiban yang timbal balik. Penerima hibah tinggal menerima barang yang dihibahkan. Unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian hibah, yaitu
1.      adanya pemberi dan penerima hibah,
2.      pemberi hibah menyerahkan barang kepada penerima hibah,
3.      pemberian dengan cuma-cuma, dan
4.      pemberian itu tidak dapat ditarik kembali.
Pengertian tidak dapat ditarik kembali adalah bahwa pemberian yang telah diberikan oleh pemberi hibah tidak dapat ditarik atau dicabut kembali dari penerima hibah.
Subjek dan Objek Hibah
Pihak yang terikat dalam perjanjian hibah adalah penghibah (pemberi hibah) dan yang menerima hibah (penerima hibah). Syarat adanya perjanjian hibah, yaitu
1.      perjanjian hibah hanya dapat dilakukan antara orang yang masih hidup (Pasal 1666 ayat (2) KUH Perdata);
2.      perjanjian hibah hanya dibolehkan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibaan teriadi (Pasal 1667 KUH Perdata);
3.      perjanjian hibah harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata).
Pada perinsipnya perjanjian hibah tidak dapat dicabut dan dibatalkan oleh pemberi hibah, namun ada tiga pengecualiannya, yaitu
1.      jika syarat-syarat penghibaan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
2.      jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah (pemberi hibah);
3.      jika pemberi hibah jatuh miskin, sedangkan penerima hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya (Pasal 1688 KUH Perdata).

b.      Sumber Pengaturan Perjanjian Hibah
Perjanjian Hibah di atur Dalam KUHPer bagian 10 pada pasal- pasal sbb:
1666.   Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
1667.   Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat pengbibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada.
1668.   Penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan itu, penghibahan demikian sekedar mengenai barang itu dipandang sebagai tidak sah.
1669.   Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tak bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua Kitab Undang-undang ini.
1670.   Suatu penghibahan adalah batal jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar dilampirkan.
1671.   Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang yang ada di antara barang yang dihibahkan. Jika ia mennggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap menjadi milik penerima hibah.
1672.   Penghibah boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkannya itu akan kembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri.
1673.   Akibat dari hak mendapatkan kembali barang-barang yang dihibahkan ialah bahwa pemindahan barang-barang itu ke tangan orang lain, sekiranya telah terjadi, harus dibatalkan, dan pengembalian barang-barang itu kepada penghibah harus bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan pada barang itu sewaktu ada ditangan orang yang diberi hibah.
1674.   Penghibah tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan Pengadilan.
1675.   Ketentuan-ketentuan Pasal 879, 880, 881 884, 894, dan akhirnya juga Bagian 7 dan 8 dan Bab XIII Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, berlaku pula terhadap hibah.
Bagian 2
Kemampuan Untuk Memberikan dan Menerima Hibah
1676. Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu.
1677. Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
1678. Penghibahan antara suami isteri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah.
1679. Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau dengan memperhatikan aturan dalam Pasal 2 yaitu sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat penghibahan dilakukan.
1680. Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang ditunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya.
1681. Ketentuan-ketentuan ayat (2) dan terakhir pada Pasal 904, begitu pula Pasal 906, 907, 908, 909 dan 911, berlaku terhadap penghibahan.
Bagian 3 
Cara Menghibahkan Sesuatu
1682.   Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.
1683. Tiada uatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakilnya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkannya itu.
Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh Notaris asal saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup; dalam hal demikian maka bagi penghibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya.
1684. Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
1685. Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih berada di bawah kekuasaan orangtua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orangtua itu. Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri. Jika pengadilan itu memberi kuasa termaksud maka hibah itu tetap sah. meskipun penghibah telah meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu.
1686. Hak milik atas barang-barang yang dihibahkan meskipun diterima dengan sah, tidak beralih pada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut Pasal 612, 613, 616 dan seterusnya.
1687. Hadiah dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunduk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah bila hadiah demikian diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah sendiri atau kepada orang lain yang menerima hibah itu untuk diteruskan kepada yang diberi hibah.
Bagian 4
Pencabutan dan Pembatalan Hibah
1688. Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula   dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut: 
1. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
2. jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
3. jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
1689. Dalam hal yang pertama. barang yang dihibahkan tetap tinggal pada penghibah, atau ia boleh meminta kembali barang itu, bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan atas barang itu oleh penerima hibah serta hasil dan buah yang telah dinikmati oleh penerima hibah sejak ia alpa dalam memenuhi syarat-syarat penghibahan itu. Dalam hal demikian penghibah boleh menjalankan hak-haknya terhadap pihak ketiga yang memegang barang tak bergerak yang telah dihibahkan sebagaimana terhadap penerima hibah sendiri.
1690. Dalam kedua hal terakhir yang disebut dalam Pasal 1688, barang yang telah dihibahkan tidak boleh diganggu gugat jika barang itu hendak atau telah dipindahtangankan, dihipotekkan atau dibebani dengan hak kebendaan lain oleh penerima hibah, kecuali kalau gugatan untuk membatalkan penghibahan itu susah diajukan kepada dan didaftarkan di Pengadilan dan dimasukkan dalam pengumuman tersebut dalam Pasal 616. Semua pemindahtanganan, penghipotekan atau pembebanan lain yang dilakukan oleh penerima hibah sesudah pendaftaran tersebut adalah batal, bila gugatan itu kemudian dimenangkan.
1691. Dalam hal tersebut pada Pasal 1690, penerima hibah wajib mengembalikan apa yang dihibahkan itu bersama dengan buah dan hasilnya terhitung sejak hari gugatan diajukan kepada Pengadilan, sekiranya barang itu telah dipindahtangankan maka wajiblah dikembalilkan harganya pada saat gugatan diajukan bersama buah dan hasil sejak saat itu.
Selain itu ia wajib membayar ganti rugi kepada penghibah atas hipotek dan beban lain yang telah diletakkan olehnya di atas barang tak bergerak yang dihibahkan itu termasuk yang diletakkan sebelum gugatan diajukan.
1692. Gugatan yang disebut dalam Pasal 1691 gugur setelah lewat satu tahun, terhitung dan han peristiwa yang menjadi alasan gugatan itu terjadi dan dapat diketahui oleh penghibah.
Gugatan itu tidak dapat diajukan oleh penghibah terhadap ahli waris orang yang diberi hibah itu; demikian juga ahli waris penghibah tidak dapat mengajukan gugatan terhadap orang yang mendapat hibah kecuali jika gugatan itu telah mulai diajukan oleh penghibah atau penghibah ini meninggal dunia dalam tenggang waktu satu tahun sejak terjadinya peristiwa yang dituduhkan itu.
1693. Ketentuan-ketentuan bab ini tidak mengurangi apa yang sudah ditetapkan pada Bab VII dan Buku Pertama dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
c.       Contoh Perjanjian Hibah
PERJANJIAN HIBAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:
1.      Nama                                 : Ahmad Nasta’in.S.H.i
Tempat & tanggal lahi       : Batang, 18 Februari 1994
Pekerjaan                           : Direktur PT. Jaya Abadi
Alamat                              : Jl. Mastrip No. 24 Blok A Blitar
Dalam hal ini bertindak sebagai Pemberi Hibah, selanjutnya disebut “DONATUR”.
2.       Nama                                : Dion Fernando
Jabatan                              : Ketua Yayasan Bhakti Mulia
Alamat                              : Jl. Ahmad Yani No. 09 Blitar
Dalam hal ini bertindak sebagai Penerima Hibah, selanjutnya disebut “YAYASAN”.

YAYASAN dan DONATUR sepakat untuk membuat, mematuhi, dan melaksankan Perjanjian ini dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

PASAL I
KETENTUAN UMUM

Dalam perjanjian ini, yang dimaksud dengan:
1.  Perjanjian Hibah adalah perjanjian penyerahan barang secara cuma-cuma dari Pemberi Hibah kepada Penerima Hibah.
2.  Barang adalah uang senilai Rp 5.000.000,00.

PASAL II
MAKSUD DAN TUJUAN

DONATUR dengan ini bermaksud memberikan barang hibah kepada YAYASAN dan YAYASAN bersedia menerima barang hibah dari DONATUR yang akan dialokasikan untuk kepentingan sosial atas nama DONATUR pada YAYASAN sebagaimana tersebut di atas.

   PASAL III
HAK DAN KEWAJIBAN

1.      DONATUR wajib menyerahkan barang hibah kepada YAYASAN.
2.      YAYASAN berhak menerima barang hibah dari DONATUR.

PASAL IV
WAKTU, CARA, DAN TEMPAT PENYERAHAN

1.      Penyerahan barang hibah dilakukan bersamaan dengan ditanda-tanganinya  Perjanjian ini.
2.       Penyerahan barang hibah dilakukan secara langsung dari DONATUR kepada YAYASAN dalam bentuk tunai.
3.      Penyerahan barang hibah dilakukan di kantor YAYASAN yang beralamat di Jl. Ahmad Yani No. 09 Blitar.

Demikian Perjanjian ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun dan disaksikan oleh pihak-pihak:
1.      Abid Mansyurudin
2.      Ahmad Sakim


YAYASAN


(Dion Fernando)
Batang, 11 Oktober 2014

DONATUR


(Ahmad Nasta’in.S.H.i)
Saksi-saksi:
SAKSI I


(Abid Mansyurudin)

SAKSI II


(Ahmad Sakim)






BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Jadi perjanjian hibah adalah suatu perjanjian yang dapat dilakukan oleh Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu. Penghibahan antara suami isteri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah. Dan Ketentuan-ketentuan ayat (2) dan terakhir pada Pasal 904, begitu pula Pasal 906, 907, 908, 909 dan 911, berlaku terhadap penghibahan.
Undang-undang yang mengatur hibah terdapat pada bagian X KUHper dalam pasal 1666 samapai pasal 1693.
b.      Penutup
Demikian makalah ini kami buat, mudah-mudahan dapat menjadi gambaran dan juga pembelajaran kita dalam memahami kajian perjanjian hibah. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis tunggu guna kebaikan makalah kami. Kurang lebihnya mohon maaf dan terimakasih.













Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2005
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rincka Cipta, 2007
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1995
Subekti, Tjitrosudibyo, KUH Perdata Buku  III  Hukum Perikiitan  dengan  Penjelasan, Jakarta:  PT. PRADNYA PARAMITA. 1995



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2005. hal. 458
[2] Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rincka Cipta, 2007, hal. 363
[3] Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1995, hal 94
[4] Subekti, Tjitrosudibyo, KUH Perdata Buku  III  Hukum Perikiitan  dengan  Penjelasan, Jakarta:  PT. PRADNYA PARAMITA. 1995, hal. 436

Tidak ada komentar:

Posting Komentar